03 Agustus, 2008

Depresi? Perlu Penyelesaian Yang Menyeluruh




by:archirevo
Setiap permasalahan kehidupan yang menimpa seseorang disebut stressor psikososial, yang dapat mengakibatkan gangguan fungsi organ tubuh. Reaksi tubuh (fisik) dinamakan stress. Manakala fungsi organ-organ tubuh sampai terganggu dinamakan distress. Sedangkan depresi adalah reaksi kejiwaan (psikis) seseorang terhadap stressor yang dialami. Singkatnya, depresi adalah gangguan kejiwaan dalam menanggapi berbagai permasalahan hidup yang menimpanya dalam bentuk kecemasan atau kegundahan.

Dalam realitas, depresi adalah wabah yang berbahaya bahkan lebih berbahaya dibandingkan penyakit flu burung, kanker dan semacamnya. Sebab, penyakit depresi tidak dapat atau sulit dideteksi dengan alat-alat kedokteran. Hal ini terbukti dengan data studi World Bank tahun 1993 di beberapa negara, 8,1 persen dari global burden disease (penyakit akibat beban globalisasi) disebabkan oleh masalah kesehatan jiwa, yang menunjukkan dampak yang lebih besar daripada penyakit TBC (7,2 persen), kanker (5,8 persen), jantung (4,4 persen), dan malaria (2,6 persen). Hasil survei Prof. Ernaldi Bahar tahun 1995 dan Direktorat Kesehatan Jiwa tahun 1996 menyatakan, bahwa di Indonesia, 1-3 dari setiap 10 orang mengalami gangguan jiwa. Gangguan di sini tentu saja yang dimaksud adalah depresi.

Mengenai jumlah individu yang mengalami ini tidak diketahui secara pasti – karena memang sulit dideteksi seperti yang dinyatakan tadi. Namun, peningkatan yang mengalami ini dapat diketahui dari semakin banyaknya pasien yang berobat di klinik psikiatri di rumah sakit, meningkatnya pemakaian obat-obat anti depresi, dan semakin meningkatnya kasus bunuh diri.

Depresi penyebab utama bunuh diri. Jumlah kasus bunuh diri di Indonesia selama 6 bulan terakhir pada tahun 2004 sudah mencapai 92 kasus. Hampir menyamai jumlah seluruh korban tahun 2003 yang tercatat 112 kasus. Di AS, setiap tahun sekitar 1,3 juta orang mencoba bunuh diri dan lebih kurang 400.000 orang di antaranya tewas. Angka ini 1,5 kali lebih banyak daripada angka kematian akibat tindak kriminal. Walhasil, angka bunuh diri di AS menempati urutan ketiga terbesar penyebab kematian penduduk usia 15-24 tahun. Salah satu tempat favorit untuk bunuh diri adalah jembatan terkenal Golden Gate Bridge di San Fransisco. Lebih kurang 850 orang di laporkan telah tewas bunuh diri di jembatan berwarna merah yang sangat terkenal itu (Kompas, 17/7/2004).



Faktor Penyebab

Ada empat faktor penyebab depresi menjadi mewabah.

1.

Individu. Maksud individu di sini bukan pada bentuk fisiknya melainkan pada paradigma berpikir. Mengapa? Hal inilah yang akan menentukan bagaimana mereka berpikir terhadap permasalahan yang mereka hadapi. Ketika cara berpikirnya materialis maka ia akan memandang problematika dari sudut pandang materilais yakni untung dan rugi. Akibatnya, ketika ia kehilangan sesuatu yang berharga apalagi yang mampu menghasilkan uang jutaan hingga milyaran, ia akan mengalami depresi berat hingga ia merasa kehilangan kehidupannya.
2.

Keluarga. Keluarga adalah lingkungan awal tempat dia tinggal dan berinteraksi dengan orang terdekatnya. Dalam dunia kapitalis, keluarga berjalan berdasarkan paham materialisme. Sang ibu merasa mengasuh, mendidik anak tidak lebih berharga dibandingkan bekerja, belanja atau bersolek. Akibatnya, ibu sering mengabaikan fungsinya sebagai guru pertama dan terawal bagi anaknya. Sang ayah pun merasa mendidik anak bukan tanggung jawabnya dan juga tidak lebih berharga dibandingkan bekerja. Sebab, menurut pandangan materialis, bekerja menghasilkan uang sedangkan mendidik dan memperhatikan anak tidak menghasilkan uang. Akibatnya, sang ayah lebih condong pada bekerja dan bekerja serta merasa sudah menyelesaikan tanggung jawab dengan memberikan uang saku yang besar pada anaknya. Padahal, seorang anak tidak hanya butuh pakaian, celana, makanan, minuman dan kebutuhan fisik semacamnya tapi juga kasih saying, pendidikan dari orang tua. Tentu saja hal ini akan berakibat pada gangguan kejiwaan sang anak. Apalagi, sang ayah dan ibu sering bertengkar karena urusan-urusan sepele dan merasa saling direndahkan. Hal ini akan menjadi puncak gangguan kejiwaan yang berujung pada broken home dan serentetan dampak yang mengikutinya seperti anti sosial.
3.

Masyarakat. Masyarakat adalah lingkungan berikutnya yang juga tidak kecil pengaruhnya terhadap seseorang sebab mau tidak mau setiap diri kita berinteraksi dengan masyarakat. Pada masyarakat materialis, segalanya dipandang dari sudut pandang materi dan cenderung individualis. Kepekaan terhadap lingkungan sosialnya sangat rendah. Orang akan bersaing untuk untuk dirinya sendiri dengan berbagai cara tanpa mempedulikan kepentingan orang lain. Hubungan interpersonal semakin fungsional dan cenderung mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan seperti keramahan, perhatian, toleransi, dan tenggang rasa. Akibatnya, tekanan isolasi dan keterasingan kian kuat; orang makin mudah kesepian di tengah keramaian. Inilah yang disebut lonely crowded (sendiri di tengah keramaian), gejala mencolok dari masyarakat kapitalis di mana-mana termasuk Indonesia dan dunia Its ini.
4.

Pemerintah. Pemerintah pun juga ikut andil dalam mewabahnya penyakit depresi ini. Dengan system kapitalis, segala hal pun juga dipandang secara materi. Penguasa dan rakyat bagaikan penjual dengan pembeli bahkan yang lebih parah bagaikan tuan rumah dengan budak. Akibatnya, pendidikan, kesehatan, SDA seperti bensin dijadikan komoditas jual beli antara penguasa dan rakyat. Tekanan ekonimi yang menghimpit dengan sedikitnya lapangan pekerjaan, penghasilan yang pas-pasan dan harga barang-barang yang kian melangit terutama barang-barang poko semacam beras, kesemuanya menjadikan banyak orang mudah depresi. Menurut E. Kristi Purwandari, pengajar Fak. Psikologi UI, faktor penyelenggaraan kehidupan bernegara yang carut-marut menjadi penyebab depresi terbesar bagi masyarakat Indonesia, terutama kalangan menengah ke bawah. Keadaan seperti ini menyebabkan orang frustasi dan putus harapan karena merasa tidak memiliki masa depan. Belum lagi tayangan televise yang lebih condong pada kekerasan diberi lampu hijau oleh pemerintah menjadikan masyarakat lebih suka mengambil solusi dengkul alias kekerasan kebanding dengan otak alias berpikir dalam menyelesaikan setiap problematika. Sehingga, banyak sekali kriminalitas kekerasan fisik hingga pembunuhan hanya karena alasan sepele.

0 komentar:


Free Blogspot Templates by Isnaini Dot Com and Supercar Pictures. Powered by Blogger